Meluruskan Penggunaan Verifikasi Faktual
KABARPATROLI.ID - Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun menegaskan tidak ada surat edaran kepada instansi bila kerjasama media harus dengan perusahaan pers terverifikasi faktual.
Bahkan Hendry, menantang ratusan wartawan yang hadir saat sosialisasi di Karawang, beberapa waktu lalu. "Jangan hanya isu, buktikan, mana surat itu bila ada," tegasnya.
Begitu juga Ketua Dewan Pers, M. Nuh saat hari pers di Banjarmasin, Kalimantan Selatan menegaskan tidak ada larangan itu. Kebijakan kerja sama sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Masih terkait verifikasi faktual, ternyata juga dijadikan landasan pertanyaan penyidik saat menangani sengketa pemberitaan media.
Pertemuan ahli pers di HPN Banjarmasin, menegaskan sengketa pemberitaan yang harus diteliti adalah perintah UU Pers menyangkut Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers.
Ledakan media belakang ini membuat sejumlah instansi kewalahan menerima permohonan kerja sama. Cara gampang adalah memanfaatkan verifikasi faktual.
Seakan-akan verifikasi faktual itu adalah persyaratan, padahal petinggi Dewan Pers sudah menyatakan tidak ada larangan. Kebijakan kerja sama diserahkan kepada pengguna anggaran.
Isu lainnya adalah menjadi temuan BPK bila kerja sama tidak dengan perusahaan pers terverifikasi faktual. Ini juga sudah dibantah oleh instansi tersebut.
Bila anggaran kerja sama media dalam hal ini pers namun diberikan kepada media yang tidak berbadan hukum pers Indonesia maka itu temuan dan masalah.
Definisi pers dan badan hukum perusahaan pers sudah jelas menurut Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2 dan Pasal 9 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Hal ini yang tidak boleh dilanggar dalam penggunaan anggaran.
Anehnya, saat kerja sama dengan pers sangat ketat, sementara anggaran publikasi digunakan juga untuk influencer dan Google tanpa persyaratan verifikasi faktual.
Jangan heran bila kemudian oleh Google penempatan juga tidak gunakan syarat verifikasi faktual. Media yang bekerja sama dengan Google bisa mendapatkan AdSense.
Influencer juga tak terverifikasi faktual tetapi dapat anggaran publikasi dan tidak jadi temuan BPK, jadi boleh !
Pemerhati Pers, Kamsul Hasan
Bahkan Hendry, menantang ratusan wartawan yang hadir saat sosialisasi di Karawang, beberapa waktu lalu. "Jangan hanya isu, buktikan, mana surat itu bila ada," tegasnya.
Begitu juga Ketua Dewan Pers, M. Nuh saat hari pers di Banjarmasin, Kalimantan Selatan menegaskan tidak ada larangan itu. Kebijakan kerja sama sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Masih terkait verifikasi faktual, ternyata juga dijadikan landasan pertanyaan penyidik saat menangani sengketa pemberitaan media.
Pertemuan ahli pers di HPN Banjarmasin, menegaskan sengketa pemberitaan yang harus diteliti adalah perintah UU Pers menyangkut Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2, Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers.
Ledakan media belakang ini membuat sejumlah instansi kewalahan menerima permohonan kerja sama. Cara gampang adalah memanfaatkan verifikasi faktual.
Seakan-akan verifikasi faktual itu adalah persyaratan, padahal petinggi Dewan Pers sudah menyatakan tidak ada larangan. Kebijakan kerja sama diserahkan kepada pengguna anggaran.
Isu lainnya adalah menjadi temuan BPK bila kerja sama tidak dengan perusahaan pers terverifikasi faktual. Ini juga sudah dibantah oleh instansi tersebut.
Bila anggaran kerja sama media dalam hal ini pers namun diberikan kepada media yang tidak berbadan hukum pers Indonesia maka itu temuan dan masalah.
Definisi pers dan badan hukum perusahaan pers sudah jelas menurut Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2 dan Pasal 9 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Hal ini yang tidak boleh dilanggar dalam penggunaan anggaran.
Anehnya, saat kerja sama dengan pers sangat ketat, sementara anggaran publikasi digunakan juga untuk influencer dan Google tanpa persyaratan verifikasi faktual.
Jangan heran bila kemudian oleh Google penempatan juga tidak gunakan syarat verifikasi faktual. Media yang bekerja sama dengan Google bisa mendapatkan AdSense.
Influencer juga tak terverifikasi faktual tetapi dapat anggaran publikasi dan tidak jadi temuan BPK, jadi boleh !
Pemerhati Pers, Kamsul Hasan