Safari Digital SMSI dengan Ketum MUI Jatim, Samakan Persepsi Menolak RUU HIP
SURABAYA, KABARPATROLI.ID – Pasca pembentukan Pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jawa Timur (Jatim), Ketua SMSI Jatim H. Makin Rahmat, SH, MH, memulai “Safari Digital”. Sasaran pertama, Rabu (15/7/2020) mengadakan silaturahmi ke kediaman Ketua Umum (Ketum) Dewan Pimpinan (DP) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur Drs. KH. Abdusshomad Buchori, di kawasan Bebekan Tengah No. 33, Sepanjang, Taman, Sidoarjo.
Kunjungan muhibah dari SMSI Jatim, selain memohon doa dalam gerak organisasi SMSI memberikan kemanfaatan, Kiai Abdusshomad berharap peran SMSI sebagai serikat perusahaan siber bisa menjaga, menyantuni dan menjawab tantangan zaman ke depan.
Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah ini, ikut membahas berbagai persoalan yang terjadi di bangsa ini dan sepakat dalam mencermati dinamika yang terjadi belakangan ini, khususnya terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
“Kita harus menyamakan persepsi, bahwa MUI menolak RUU HIP bukan sekedar basa-basi dan bisa mengancam kerawanan dalam bernegara dan berbangsa. Sebaliknya, MUI punya kewajiban memberikan nasihat kepada umaro, pemerintah sebagai muharrik (penggerak) dalam kepempinan yang mempunyai keteladanan, uswatun khasanah (contoh yang baik). Jadi, dakwah amal ma’ruf nahi munkar, mengembangkan ukhuwah Islamiyah, lalu berkembang ukhuwah wathoniyah, basyariyah. Jangan sampai misi-visi MUI ini mengalami bergeseran sebagai lembaga yang rahmatan lil ‘alamin,” tandas Kiai Abdusshomad.
Secara khusus, Kiai Abdusshomad meminta SMSI sebagai serikat dari pengusaha pers siber (online) ikut mengawal tatanan kehidupan bernegara dan berbangsa, serta bagian yang tak terpisahkan sebagai pilar keempat demokrasi. Sehingga pers mempunyai kewajiban untuk ikut serta menyampaikan informasi dengan tetap mengedepankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila sebagai Ideologi bangsa serta sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Kiai Abdusshomad, sangat mengapresiasi dan mendukung penuh peranan pers dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, sehingga turut serta mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui informasi yang aktual, faktual, beretika dan sesuai norma-norma dengan tetap memegang teguh kode etik jurnalistik, serta bisa menjadi perusahaan yang sehat.
“Saya sangat berterima kasih, kalau ada perusahaan pers seperti ini (SMSI) ikut berperan aktif dalam kehidupan bernegara, khususnya bisa mengawal sikap MUI yang dengan tegas menolak RUU HIP. Menurut saya ini hal penting, kalau media apalagi dari perusahaan pers, terutama era online dan medsos kalau membiarkan informasi yang salah, nanti bisa menjadi benar kalau terus menerus ditulis media,” ulasnya.
Lanjut Kiai Abdusshoamad, dirinya setuju pers ikut berperan besar dalam mendorong pasrtisipasi masyarakat. Untuk itu, perusahaan pers seperti SMSI harus punya andil menjaga kondisi bangsa tetap aman, tenteram dan dalam keadaan kondusif.
“Memang tugas pers untuk menyampaikan informasi, tapi semua harus sesuai tatanan, takaran, dan situasi yang bisa membawa kemaslahatan. Kalau perusahaan pers hanya mengejar bisnis semata, mengabaikan masalah kebenaran, akhlak, dan keberagaman masyarakat Indonesia yang majemuk, Bhinneka Tunggal Ika, bisa merusak stabilitas nasional. Jadi, peran pers memang sangat penting,” ulasnya.
Pada kesempatan itu, Ketua MUI Kabupaten Sidoarjo KH. Salim Imron juga mengamini harapan dan himbauan Ketum MUI Jatim. Bahkan, MUI Kabupaten Sidoarjo dalam Musda 5 Juli 2020 lalu kembali menekankan pentingnya peran ulama, umaro dan pers serta masyarakat menciptakan siklus kehidupan yang sehat, nyaman, dan tenteram, termasuk kondisi wabah dari Covid-19 yang belum ada tanda-tanda mereda.
“MUI Kabupaten Sidoarjo juga sepakat mendukung penuh kebijakan MUI melalui Maklumat Bersama yang didukung oleh Ketua MUI di 18 Kecamatan. Jadi, semua harus ikut mengawal agar Pancasila sebagai ideologi Negara tidak boleh dirong-rong oleh siapapun. MUI dengan ormas Islam akan berada di garda di depan untuk mempertahankan,” tanda Kiai Salim, pemangku Ponpes Mambaul Hikam. (*/jtm1)
• Wawancara Khusus Ketum MUI Jatim Drs. KH. Abdusshomad Buchori
“Jangan Biarkan Rakyat Kehilangan Kepercayaan”
Selain silaturahmi “Safari Digital”, kesempatan bertemu dengan Drs. KH. Abdusshomad Buchori, Ketua Umum (Ketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jatim, tersebut menjadi ruang diskusi cukup menarik. Berada di ruang tamu kediaman Kiai Abdusshomad, mengutarakan gejolak kekhawatiran, bila pemerintah lamban dalam mensikapi berbagai situasi, termasuk potensi terjadinya gesekan social di tengah situasi ekonomi meredup, akibat Wabah Covid-19.
Bagaimana ide-ide dan pemikiran cemerlang Kiai Abdusshomad Buchori (ASB) dengan SMSI, inilah dialog tanya-jawab yang setidaknya bisa menjadi pemikiran dan solusi mengurai benang ruwet di negeri ini.
SMSI : Assalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh Kiai?
ASB : Alaikumsalam warrohmatullahi wabarokatuh, monggo!
SMSI : Apa ada resep Kiai, di usia yang sudah senja (77 tahun), masih terlihat energik?
ASB : Tidak ada yang khusus, tentu sebagai orangtua harus bisa menjadi contoh yang baik.
Hidup teratur dan aktifitas sehari-hari tetap dinamis. Apalagi, masih mendapat kepercayaan memimpin MUI Jawa Timur yang ketiga kali, karena hasil formatur masih memberikan amanah kepada saya. Sebetulnya, saya sendiri sudah menyerahkan ke forum. Inilah bagian dari tantangan dan pengabdian.
SMSI : Bagaimana dengan peran MUI Jatim sendiri?
ASB : Alhamdulillah, dukungan pengurus MUI Jatim, khususnya pak Ainul Yaqin sebagai Sekretaris Umum, sangat membantu dalam pengembangan organisasi MUI.
Mensikapi berbagai persoalan dan permasalahan di lapangan, MUI harus jeli, teliti, tegas, dan jernih dalam mengambil sikap.
Artinya, ulama sebagai pewaris para nabi (warostatul anbiya) dan pelayan umat (khadimul ummah), penerus misi yang diemban Rasulullah SAW harus bisa memberikan tanggapan dan jawaban yang kongkrit. Jadi, bukan sekedar berhujjah (berpendapat), tapi bisa memberikan contoh dan solusi.
SMSI : Maksudnya?
ASB : MUI sejak berdiri 26 Juli tahun 1975, ulama harus memahami kesejarahan, baik masa lampau, penjajahan, pergerakan, pra kemerdekaan, era merdeka hingga sekarang tetap dalam bingkai kehidupan kebangsaan dengan mengembangkan potensi melalui ikhtiar kebajikan sehingga terwujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan meraih ridloNya.
Sikap saliang memahami, menghormati dalam keberagaman harus tetap mengedepankan persaudaraan (ukhuwah), saling tolong menolong, ta’awun, dan tolerasni (tasamuh).
Saya baik dengan umaro, Gubernur, Kapolda, Pangdam dan pejabat terkait ketika berkomunikasi selalu saya sampaikan pentingnya, menjaga keutuhan, kebersamaan. Jangan sampai kepercayaan rakyat memudar.
SMSI : Apakah kepercayaan rakyat mulai memudar?
ASB : Kalau situasi saat ini belum mampu dikendalikan, maka kewajiban MUI untuk mengingatkan.
Kami sangat tidak menginginkan masyarakat Indonesia terutama umat Islam kehilangan kepercayaannya kepada penyelenggara negara ini, karena sudah beberapa kali masyarakat tercederai dengan disahkannya Peraturan Perudang-Undangan yang kontroversial, seperti UU KPK, UU No. 2 tahun 2020 tentang Pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU, dan UU Minerba yang baru. Jadi, jangan biarkan rakyat kehilangan kepercayaan.
SMSI : Bagaimana dengan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang menjadi gaduh?
ASB : Tidak hanya RUU HIP yang MUI soroti. Ketika kondisi pandemic Covid-19 belum ada tenada-tanda reda, banyak perusahaan melakukan PHK. Tiba-tiba ada kebijakan mendatangkan 500 tenaga asing Sulawesi Tenggara, kami tentu ikut berteriak. Bahwa itu, sangat tidak berkeadilan, apalagi pemerintah setempat dan tokoh masyarakat serta ulama menolak.
Inilah, bagian dari riak-riak yang harus diwaspadai. Sekali lagi, jangan malah MUI yang menyampai aspirasi rakyat dianggap sebagai pemicu. Contoh nyata, ikhtiar dalam mengatasi Covid-19, mengapa mall, plaza, pasar dibuka, sementara tempat ibadah masjid ditutup. Apa ada cluster dari masjid? Kenyataannya, pemerintah sedikit abai. MUI Jatim selain menyampaikan pernyataan juga disertai fakta di lapangan.
Jadi, saya setuju memakai masker, cuci tangan, fisical distancing, social distancing, tapi berdoa juga perlu, yaitu di tempat ibadah.
SMSI : Terakhir Kiai, lantas untuk mengatasi berbagai problem yang saat ini terjadi, bagaimana?
ASB : Saya ingin menyampaikan, bahwa MUI bersifat keagamaan, kemasyarakatan dan independen. Maka, solusi untuk mengatasi problem yang ada, pemerintah harus berani bersikap.
Artinya, dalam menyerap aspirasi untuk produk UU atau kebijakan, tidak cukup hanya mendengar segilintir orang, ajak diskusi dan musyawarah para ahli di bidangnya. MUI sendiri, sebagai wadah ulama, zuama dan cendekiawan punya kewajiban menyampaikan amal ma’ruf nahi munkar, dan menyampaikan fatwa demi kebaikan bersama.
Saya yakin, kalau mengendepankan kesejahteraan umat akan tercetak masyarakat berkualitas (khaira ummah). Bila, akhlak masyarakat sudah baik, tidak ada kesulitan mewujudkan Negara yang aman, damai, adil, dan makmur jasmani-rohani sehingga Negara Indonesia menjadi Negara yang baldatun thoyyibatun warobbun ghafur. (*)
Kunjungan muhibah dari SMSI Jatim, selain memohon doa dalam gerak organisasi SMSI memberikan kemanfaatan, Kiai Abdusshomad berharap peran SMSI sebagai serikat perusahaan siber bisa menjaga, menyantuni dan menjawab tantangan zaman ke depan.
Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah ini, ikut membahas berbagai persoalan yang terjadi di bangsa ini dan sepakat dalam mencermati dinamika yang terjadi belakangan ini, khususnya terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
“Kita harus menyamakan persepsi, bahwa MUI menolak RUU HIP bukan sekedar basa-basi dan bisa mengancam kerawanan dalam bernegara dan berbangsa. Sebaliknya, MUI punya kewajiban memberikan nasihat kepada umaro, pemerintah sebagai muharrik (penggerak) dalam kepempinan yang mempunyai keteladanan, uswatun khasanah (contoh yang baik). Jadi, dakwah amal ma’ruf nahi munkar, mengembangkan ukhuwah Islamiyah, lalu berkembang ukhuwah wathoniyah, basyariyah. Jangan sampai misi-visi MUI ini mengalami bergeseran sebagai lembaga yang rahmatan lil ‘alamin,” tandas Kiai Abdusshomad.
Secara khusus, Kiai Abdusshomad meminta SMSI sebagai serikat dari pengusaha pers siber (online) ikut mengawal tatanan kehidupan bernegara dan berbangsa, serta bagian yang tak terpisahkan sebagai pilar keempat demokrasi. Sehingga pers mempunyai kewajiban untuk ikut serta menyampaikan informasi dengan tetap mengedepankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila sebagai Ideologi bangsa serta sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Kiai Abdusshomad, sangat mengapresiasi dan mendukung penuh peranan pers dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, sehingga turut serta mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui informasi yang aktual, faktual, beretika dan sesuai norma-norma dengan tetap memegang teguh kode etik jurnalistik, serta bisa menjadi perusahaan yang sehat.
“Saya sangat berterima kasih, kalau ada perusahaan pers seperti ini (SMSI) ikut berperan aktif dalam kehidupan bernegara, khususnya bisa mengawal sikap MUI yang dengan tegas menolak RUU HIP. Menurut saya ini hal penting, kalau media apalagi dari perusahaan pers, terutama era online dan medsos kalau membiarkan informasi yang salah, nanti bisa menjadi benar kalau terus menerus ditulis media,” ulasnya.
Lanjut Kiai Abdusshoamad, dirinya setuju pers ikut berperan besar dalam mendorong pasrtisipasi masyarakat. Untuk itu, perusahaan pers seperti SMSI harus punya andil menjaga kondisi bangsa tetap aman, tenteram dan dalam keadaan kondusif.
“Memang tugas pers untuk menyampaikan informasi, tapi semua harus sesuai tatanan, takaran, dan situasi yang bisa membawa kemaslahatan. Kalau perusahaan pers hanya mengejar bisnis semata, mengabaikan masalah kebenaran, akhlak, dan keberagaman masyarakat Indonesia yang majemuk, Bhinneka Tunggal Ika, bisa merusak stabilitas nasional. Jadi, peran pers memang sangat penting,” ulasnya.
Pada kesempatan itu, Ketua MUI Kabupaten Sidoarjo KH. Salim Imron juga mengamini harapan dan himbauan Ketum MUI Jatim. Bahkan, MUI Kabupaten Sidoarjo dalam Musda 5 Juli 2020 lalu kembali menekankan pentingnya peran ulama, umaro dan pers serta masyarakat menciptakan siklus kehidupan yang sehat, nyaman, dan tenteram, termasuk kondisi wabah dari Covid-19 yang belum ada tanda-tanda mereda.
“MUI Kabupaten Sidoarjo juga sepakat mendukung penuh kebijakan MUI melalui Maklumat Bersama yang didukung oleh Ketua MUI di 18 Kecamatan. Jadi, semua harus ikut mengawal agar Pancasila sebagai ideologi Negara tidak boleh dirong-rong oleh siapapun. MUI dengan ormas Islam akan berada di garda di depan untuk mempertahankan,” tanda Kiai Salim, pemangku Ponpes Mambaul Hikam. (*/jtm1)
• Wawancara Khusus Ketum MUI Jatim Drs. KH. Abdusshomad Buchori
“Jangan Biarkan Rakyat Kehilangan Kepercayaan”
Selain silaturahmi “Safari Digital”, kesempatan bertemu dengan Drs. KH. Abdusshomad Buchori, Ketua Umum (Ketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jatim, tersebut menjadi ruang diskusi cukup menarik. Berada di ruang tamu kediaman Kiai Abdusshomad, mengutarakan gejolak kekhawatiran, bila pemerintah lamban dalam mensikapi berbagai situasi, termasuk potensi terjadinya gesekan social di tengah situasi ekonomi meredup, akibat Wabah Covid-19.
Bagaimana ide-ide dan pemikiran cemerlang Kiai Abdusshomad Buchori (ASB) dengan SMSI, inilah dialog tanya-jawab yang setidaknya bisa menjadi pemikiran dan solusi mengurai benang ruwet di negeri ini.
SMSI : Assalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh Kiai?
ASB : Alaikumsalam warrohmatullahi wabarokatuh, monggo!
SMSI : Apa ada resep Kiai, di usia yang sudah senja (77 tahun), masih terlihat energik?
ASB : Tidak ada yang khusus, tentu sebagai orangtua harus bisa menjadi contoh yang baik.
Hidup teratur dan aktifitas sehari-hari tetap dinamis. Apalagi, masih mendapat kepercayaan memimpin MUI Jawa Timur yang ketiga kali, karena hasil formatur masih memberikan amanah kepada saya. Sebetulnya, saya sendiri sudah menyerahkan ke forum. Inilah bagian dari tantangan dan pengabdian.
SMSI : Bagaimana dengan peran MUI Jatim sendiri?
ASB : Alhamdulillah, dukungan pengurus MUI Jatim, khususnya pak Ainul Yaqin sebagai Sekretaris Umum, sangat membantu dalam pengembangan organisasi MUI.
Mensikapi berbagai persoalan dan permasalahan di lapangan, MUI harus jeli, teliti, tegas, dan jernih dalam mengambil sikap.
Artinya, ulama sebagai pewaris para nabi (warostatul anbiya) dan pelayan umat (khadimul ummah), penerus misi yang diemban Rasulullah SAW harus bisa memberikan tanggapan dan jawaban yang kongkrit. Jadi, bukan sekedar berhujjah (berpendapat), tapi bisa memberikan contoh dan solusi.
SMSI : Maksudnya?
ASB : MUI sejak berdiri 26 Juli tahun 1975, ulama harus memahami kesejarahan, baik masa lampau, penjajahan, pergerakan, pra kemerdekaan, era merdeka hingga sekarang tetap dalam bingkai kehidupan kebangsaan dengan mengembangkan potensi melalui ikhtiar kebajikan sehingga terwujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan meraih ridloNya.
Sikap saliang memahami, menghormati dalam keberagaman harus tetap mengedepankan persaudaraan (ukhuwah), saling tolong menolong, ta’awun, dan tolerasni (tasamuh).
Saya baik dengan umaro, Gubernur, Kapolda, Pangdam dan pejabat terkait ketika berkomunikasi selalu saya sampaikan pentingnya, menjaga keutuhan, kebersamaan. Jangan sampai kepercayaan rakyat memudar.
SMSI : Apakah kepercayaan rakyat mulai memudar?
ASB : Kalau situasi saat ini belum mampu dikendalikan, maka kewajiban MUI untuk mengingatkan.
Kami sangat tidak menginginkan masyarakat Indonesia terutama umat Islam kehilangan kepercayaannya kepada penyelenggara negara ini, karena sudah beberapa kali masyarakat tercederai dengan disahkannya Peraturan Perudang-Undangan yang kontroversial, seperti UU KPK, UU No. 2 tahun 2020 tentang Pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU, dan UU Minerba yang baru. Jadi, jangan biarkan rakyat kehilangan kepercayaan.
SMSI : Bagaimana dengan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang menjadi gaduh?
ASB : Tidak hanya RUU HIP yang MUI soroti. Ketika kondisi pandemic Covid-19 belum ada tenada-tanda reda, banyak perusahaan melakukan PHK. Tiba-tiba ada kebijakan mendatangkan 500 tenaga asing Sulawesi Tenggara, kami tentu ikut berteriak. Bahwa itu, sangat tidak berkeadilan, apalagi pemerintah setempat dan tokoh masyarakat serta ulama menolak.
Inilah, bagian dari riak-riak yang harus diwaspadai. Sekali lagi, jangan malah MUI yang menyampai aspirasi rakyat dianggap sebagai pemicu. Contoh nyata, ikhtiar dalam mengatasi Covid-19, mengapa mall, plaza, pasar dibuka, sementara tempat ibadah masjid ditutup. Apa ada cluster dari masjid? Kenyataannya, pemerintah sedikit abai. MUI Jatim selain menyampaikan pernyataan juga disertai fakta di lapangan.
Jadi, saya setuju memakai masker, cuci tangan, fisical distancing, social distancing, tapi berdoa juga perlu, yaitu di tempat ibadah.
SMSI : Terakhir Kiai, lantas untuk mengatasi berbagai problem yang saat ini terjadi, bagaimana?
ASB : Saya ingin menyampaikan, bahwa MUI bersifat keagamaan, kemasyarakatan dan independen. Maka, solusi untuk mengatasi problem yang ada, pemerintah harus berani bersikap.
Artinya, dalam menyerap aspirasi untuk produk UU atau kebijakan, tidak cukup hanya mendengar segilintir orang, ajak diskusi dan musyawarah para ahli di bidangnya. MUI sendiri, sebagai wadah ulama, zuama dan cendekiawan punya kewajiban menyampaikan amal ma’ruf nahi munkar, dan menyampaikan fatwa demi kebaikan bersama.
Saya yakin, kalau mengendepankan kesejahteraan umat akan tercetak masyarakat berkualitas (khaira ummah). Bila, akhlak masyarakat sudah baik, tidak ada kesulitan mewujudkan Negara yang aman, damai, adil, dan makmur jasmani-rohani sehingga Negara Indonesia menjadi Negara yang baldatun thoyyibatun warobbun ghafur. (*)