WOW... Terkuak, Praktek Mafia Jual Beli Jabatan
WOW... Terkuak, Praktek Mafia Jual Beli Jabatan
KABARPATROLI - Praktik mafia jual beli jabatan di Pemerintahan Kabupaten Bekasi (Pemkab Bekasi), Jawa Barat, terkuak. Diduga, Plt Bupati, Kepala Dinas, hingga Lurah terlibat.
Ketua Lembaga Pemantau Pemerintahan Bersih (LPPB), Riswan, mengungkapkan, pihaknya memperoleh data dan informasi terkait praktik jual beli jabatan di Pemkab Bekasi.
Menurutnya, praktik kotor dan korup itu sudah terjadi sejak lama. Yakni sejak Bupati lama, Eka Supriatmaja, yang meninggal dunia karena terpapar Covid-19, hingga kini Plt Bupati Bekasi Akhmad Marjuki. Hingga kini, praktik jual beli jabatan dengan imbalan uang ratusan juta rupiah itu masih berlangsung.
“Dan hingga kini, Plt Bupati Bekasi masih melanggengkan praktik suap, sogok menyogok, dan dugaan mafia jual beli jabatan itu di Pemkab Bekasi,” beber Riswan, kepada wartawan, Jumat (14/10/2022).
Modusnya, lanjut Riswan, Plt Bupati bekerja sama dengan sejumlah pejabat dekat di lingkungan Pemkab Bekasi. Bahkan Kepala Dinas hingga Lurah, menjadi kaki tangan untuk melanggengkan praktik mafia jual beli jabatan itu.
Para pejabat yang menjadi kaki tangan Bupati itu, kata Riswan, bergerak ke sejumlah pejabat struktural lainnya, maupun kepada para pegawai di lingkungan Pemkab Bekasi, untuk berkomunikasi dan menawarkan naik jabatan, dengan catatan harus membayar mahar hingga ratusan juta rupiah.
Seperti data dan informasi yang diperoleh Lembaga Pemantau Pemerintahan Bersih (LPPB), lanjut Riswan, Kepala Satpol PP Pemkab Bekasi (Alm) Dodo Hendra Rosika bersama Lurah Jatimulya, inisial FFAD, menerima uang sebesar Rp 250 juta dari seorang pegawai inisial WM.
“Kasatpol PP Pemkab Bekasi dan Lurah Jatimulya itu dikenal sebagai ‘orang dekat’ Bupati. Mereka mengiyakan akan mempertemukan pegawai inisial WM dengan Bupati secara langsung, agar naik jabatan. WM pun sudah menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta kepada Lurah Jatimulya, untuk diserahkan ke Bupati,” ungkap Riswan.
Dikarenakan, Bupati Bekasi Eka Supriatmaja meninggal dunia karena terpapar Covid-19, maka urusan jual beli jabatan itu pun mandek.
“Kini, diduga praktik itu masih diteruskan lagi di era Plt Bupati Bekasi, Akhmad Marjuki,” ujarnya.
WM yang berdomisili di Kampung Poponcol, RT 004/RW 004, Cibarusah Kota, Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat itu pun meminta uang sebesar Rp 250 juta itu dikembalikan. Karena dirinya tidak jadi bertemu langsung dengan Bupati, dan dirinya tidak jadi naik jabatan.
Sedangkan Lurah Jatimulya FFAD, lanjut Riswan, telah mengembalikan sebesar Rp 60 juta kepada WM. Dan sisanya, yakni Rp 190 juta masih dalam proses cicil.
“Namun, sampai kini, mereka masih ‘ribut’ diam-diam. Dan Plt Bupati Akhmad Marjuki mengetahui persoalan ini, namun sepertinya bersengaja membiarkan dan berupaya menutupi,” jelas Riswan.
Menurut Riswan, dalam kasus praktik mafia jual beli jabatan seperti itu, kedua belah pihak wajib diproses hukum. Si Penyuap dan Si Penerima suap, kedua-duanya harus ditangkap dan dipenjarakan dengan pasal tindak pidana korupsi.
“Jadi, jangan dikira Si Penyuap tidak akan kena jerat hukum. Tetap harus ditangkap dan diproses. Si Penerima suap juga wajib ditahan dan dipenjarakan,” ujarnya.
Sedangkan Plt Bupati Ahkmad Marjuki, lanjutnya, juga harus ditangkap. Meski pun saat ini belum ada bukti bahwa Plt Bupati menerima uang, tapi karena posisi jabatannya sebagai Plt Bupati, seharusnya wajib melaporkan dan juga membersihkan aparatnya dari praktik dugaan tindak pidana korupsi.
“Jangan malah menutup-nutupi, atau malah menghalang-halangi. Plt Bupati juga wajib bertanggung jawab,” ujarnya.
Oleh karena itu, Riswan mengatakan, pihaknya akan segera melaporkan dugaan praktik korupsi dan praktik jual beli jabatan di Pemkab Bekasi itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Sebab, praktik seperti itu harus dibongkar dan diusut tuntas oleh KPK,” tandas Riswan.
Hingga berita ini tayang, belum ada respon konfirmasi dari Plt Bupati Bekasi, Akhmad Marjuki, dan Lurah Jatimulya inisial FFAD, maupun dari pegawai berinisial WM.***